Bersiap Bentuk Agen Perubahan untuk Wujudkan Sekolah Ramah Anak, Prodi PGSD Sukses Gelar Kuliah Umum
Program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) UNU Jogja sukses menyelenggarakan kuliah umum bertema ‘Mewujudkan Sekolah Ramah Anak: Peran Guru dalam Pendidikan Inklusif’, Jumat (24/1). Acara yang berlangsung di Hall Kampus Terpadu UNU Jogja ini, dihadiri oleh 250 mahasiswa yang antusias terhadap isu pendidikan inklusif dan sekolah ramah anak.
Dalam sambutannya, Dosen PGSD UNU Jogja, Sutiyono menyampaikan bahwa belajar tentang pendidikan inklusif adalah suatu keniscayaan di negara Indonesia yang berkebhinekaan.
Ia menambahkan, kuliah umum ini menjadi salah satu langkah konkrit UNU Jogja dalam membekali mahasiswa calon guru dengan wawasan dan keterampilan yang relevan dengan tantangan pendidikan modern. Acara ini juga menegaskan komitmen UNU Jogja dalam mendukung visi pendidikan ramah anak dan inklusif, sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Kuliah umum ini menghadirkan dua narasumber inspiratif, yakni Pendiri Sanggar Anak Alam (Salam), Sri Wahyaningsih dan Head of Support SD Tumbuh, Christmas Astriani, serta moderator Hidar Amaruddin, salah satu dosen PGSD UNU Jogja.
Dalam paparannya, Sri Wahyaningsih membagikan pengalaman dan prinsip-prinsip dibalik pendirian Sanggar Anak Alam (Salam). Ia menjelaskan, Salam adalah lembaga pendidikan alternatif yang menekankan pentingnya pembelajaran berbasis alam dan budaya, sekaligus mendukung keberagaman kemampuan peserta didik.
“Dengan pendekatan humanis, Salam memberikan ruang bagi anak untuk memilih topik riset mereka sesuai dengan kenyataan yang ada di masyarakat,” katanya.
Ia melanjutkan, anak-anak memiliki kemampuan berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah suatu topik yang dipilih berdasar 4 pilar kehidupan: pangan, kesehatan, lingkungan, dan sosial budaya.
Sejalan dengan itu, Christmas Astriani menjelaskan peran SD Tumbuh sebagai sekolah yang mengintegrasikan pendidikan inklusif dalam kurikulum dan lingkungan belajar.
“SD Tumbuh dikenal sebagai pelopor pendidikan yang ramah anak, dengan fokus pada kolaborasi antara guru, orang tua, dan komunitas untuk menciptakan lingkungan belajar yang menghargai perbedaan dan inklusivitas,” katanya.
Acara ini menjadi ruang dialog interaktif, dimana mahasiswa diberi kesempatan untuk bertanya langsung kepada narasumber. Salah satu pertanyaan menarik adalah tentang tantangan utama dalam menerapkan pendidikan inklusif di sekolah formal. Kedua narasumber menekankan pentingnya pelatihan berkelanjutan bagi guru dan dukungan penuh dari semua pihak terkait.
Dengan jumlah peserta yang mencapai 250 mahasiswa, acara ini tidak hanya berhasil membuka wawasan mahasiswa mengenai pendidikan inklusif, tetapi juga menginspirasi mereka untuk menjadi pendidik yang lebih empati dan inklusif di masa depan.
Dalam sesi akhir, Hidar Amaruddin mengajak mahasiswa untuk mulai menumbuhkan rasa peduli dan berkomitmen konkrit dalam mewujudkan pendidikan anak yang ramah dan inklusif.
“Ketika dimasa lalu teman-teman mahasiswa pernah merasa berbeda dari yang lain, maka ketika sudah menjadi pendidik untuk menerapkan pendidikan inklusi. Dimulai dari diri sendiri dengan melekatkan rasa peduli. Mari wujudkan sekolah ramah untuk menyambut anak-anak berbahagia, bukan sekolah yang ramah dan seolah-olah menjelma menjadi sebuah penjara,” pesannya. [Latifah]