Karya seni menunjukkan pentingnya imajinasi dalam membuka jalan dan mengantarkan gagasan tentang kebangsaan dan keindonesiaan. Kehadiran karya seni di institusi pendidikan menjadikan kampus membawa tiga unsur penting dalam membentuk peradaban, yaitu sains, teknologi, dan estetika.
Hal itu disampaikan budayawan yang juga seorang sineas terkemuka, Garin Nugroho, dalam Orasi Budaya yang menandai pembukaan pameran seni “Indonesia 100%” gelaran Galeri Seni NUsantara UNU Yogyakarta, Sabtu (31/8) malam.
“Ketika tidak ada foto dan film, dunia bisa membayangkan Indonesia bukan lewat politik, melainkan lewat sketsa lukisan Raden Saleh. Ia melukis hal-hal sederhana: buah, bambu, gunung, sungai, harimau. Itu semua tidak ada di Belanda dan menjadi mozaik tentang Nusantara. Pameran “Indonesia 100%” ini juga menunjukkan secara visual bagaimana Indonesia dipresentasikan,” tutur Garin membuka orasi.
Dengan penuh semangat, Garin membawakan orasi di Sky Garden lantai 6 Kampus Terpadu UNU Yogyakarta berlatar kibaran bendera Merah Putih, kerlap-kerlip lampu kota di kejauhan, dan dinaungi langit malam yang cerah. Sementara ratusan hadirin menyimak sembari menikmati menu angkringan, rebusan, dan bakso serta hangatnya wedang ronde, teh, dan kopi.
Menurut Garin, karya seni juga memuat ajaran penting dalam Islam, yakni iqra (baca) dan ijtihad (tafsir). Karya seni lahir dari sensitivitas indera, gabungan nalar dan insting, juga melibatkan perasaan manusia. Karya seni pun bebas untuk ditafsir dan dikembangkan di imajinasi kita.
“Imajinasi membuat kita berkelana ke mana-mana, menemukan pengetahuan dan membangun keindonesiaan. Jadi salah satu yang terpenting dari pameran “Indonesia 100%” ini adalah mengelanakan imajinasi kita. Tanpa imajinasi tak akan ada peradaban,” kata sutradara film ternama ini.
Kehadiran galeri dan karya seni di lembaga pendidikan seperti Galeri NUsantara UNU Yogyakarta juga penting bagi generasi muda dan mahasiswa.
“Anak-anak muda yang tumbuh dalam tiga unsur peradaban ini, yaitu sains, teknologi, dan estetika, akan melahirkan masyarakat sehat, kritis, dan produktif, serta punya sensitivitas pada kemanusiaan,” ujar Garin.
Orasi Garin selaras dengan pernyataan Rektor UNU Yogyakarta Widya Priyahita tentang latar pembukaan Galeri NUsantara dan penyelenggaraan pameran “Indonesia 100%”.
“Jika mahasiswa terpapar karya seni setiap hari, ia akan terbiasa dengan karya seni dan menjadikan seni sebagai suatu kebutuhan. Ini akan menumbuhkan sisi estetika, olah rasa, dan mengasah kepekaan mereka pada kemanusiaan,” ujarnya.
Ia menyatakan, keberadaan galeri seni di kampus UNU Yogyakarta sebagai bagian upaya membuka akses seni seluas-luasnya ke masyarakat.
“Galeri Seni NUsantara UNU Yogyakarta ini diharapkan dapat menjadi inspirasi untuk menjadikan ruang-ruang publik sebagai tempat untuk menampilkan dan mengapresiasi karya seni,” tandas Widya.
Pembukan pameran “Indonesia 100%” juga diisi agenda menarik lainnya, seperti peresmian Gus Dur Corner, Kongkow Bareng Gusdurian, dan pembacaan puisi dari sejumlah budayawan.
Selain itu, juga ada penampilan musik keroncong, solo pianis, grup kulintang, standup comedy, hingga monolog teatrikal. Gema Shalawat Nusantara juga digelar oleh Gus Yusuf dan jemaah shalawat Macul Langit.
Pameran “Indonesia 100%” menampilkan 99 karya dari 69 perupa, termasuk seniman-seniman ternama seperti Edi Sunaryo, Nasirun, Putu Sutawijaya, dan Jumaldi Alfi. Pameran digelar di lantai 3, 4, dan 5 Kampus UNU Yogyakarta, di Dowangan, Sleman, pada 1-30 September 2024 dan dapat dikunjungi setiap hari pukul 10.00-18.00 WIB secara cuma-cuma. [Vinia]
***UNU Jogja membuka pendaftaran mahasiswa baru Tahun Ajaran 2024/2025. Dapatkan info selengkapnya di pmb.unu-jogja.ac.id