Teguhkan Komitmen Kampus Inklusif, UNU Jogja – University of the West of England Dorong Perguruan Tinggi Tingkatkan Akses ke Warga Disabilitas
Hanya 90 universitas atau 1,99 persen dari 4.523 perguruan tinggi di Indonesia yang secara resmi menerima mahasiswa penyandang disabilitas. Sedangkan, perguruan tinggi yang memiliki pusat layanan disabilitas hanya 0,2 persen dari jumlah total perguruan tinggi di Indonesia tersebut. Adapun hanya ada 8 perguruan tinggi yang menyediakan platform penerimaan khusus bagi mahasiswa difabel. Data tersebut merupakan hasil riset awal yang dilakukan oleh Center for Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) UNU Jogja dan University of the West of England, Bristol, Inggris.
Riset yang merupakan bagian dari program UK-Indonesia Disability Inclusion Partnership Program ini mengemuka di seminar internasional “Developing Inclusive Policies and Practises for Greater Accesbility in Higher Education” yang diadakan di Kampus Terpadu UNU Jogja, Banyuraden, Gamping, Sleman, DIY, Selasa (21/1).
Dalam sambutannya, Ketua Senat UNU Jogja Ahmad Rafiq menjelaskan, sebagai kampus baru yang berdiri 8 tahun silam, UNU Jogja telah berkomitmen menjadi kampus inklusif. Hal ini ditunjukkan dengan pendirian Center for GEDSI dan pembangunan Kampus Terpadu UNU Jogja. “Gedung ini dan sarana prasarananya didesain ramah difabel,” kata Rafiq.
Baca juga : Wujudkan Kerjasama Pendidikan Aman dan Ramah di Pondok Pesantren serta Sekolah, UNU Jogja Temui Menteri
Komitmen menjadi kampus inklusif UNU Yogyakarta juga dilakukan melalui kolaborasi UNU Jogja dan University of the West of England serta didukung British Council. Rafiq menyatakan komitmen sebagai UNU Jogja ini selaras dengan visi UNU Jogja untuk menjadi kampus berorientasi masa depan.
“Kami melompat jauh ke depan, memahami isu-isu yang tak terhindarkan dimasa depan teknologi. Semua inisiatif ini berbasis sains dan teknologi serta prinsip kebermanfaatan, memanusiakan manusia, dan tanpa meninggalkan siapapun, no one left behind,” ujarnya.
Sebagai pembicara kunci, Tariq Umar dari University of the West of England (UWE) memaparkan tentang praktik pendidikan inklusif di Inggris di mana terdapat 14 persen mahasiswa disabilitas di negara tersebut. Untuk itu, pendidikan inklusif diterapkan dengan memberikan kesetaraan dalam mengakses sumber daya dan kesempatan terhadap pendidikan. “Universitas berperan penting dalam mendorong diversitas dan inklusivitas, “ujarnya.
Selain adanya payung hukum, dukungan kampus kepada kalangan disabilitas juga diberikan melalui layanan aksesilitas, seperti adanya pendamping dan ketersediaan ruang fisik dan digital yang ramah difabel, serta adanya dukungan teknologi melalui software khusus dan bahan pembelajaran yang ramah difabel. “UWE melakukan pendekatan proatif dalam layanan disabilitas dan menginisiasi kurikulum inklusif,” imbuhnya.
Baca juga : UNU Jogja Bangun Irigasi Cerdas Berbasis Internet di Dusun Pagergunung Bantul
Adapun Direktur Center for GEDSI UNU Jogja Wiwin Rohmawati menjelaskan komitmen kampus inklusif UNU Jogja telah diwujudkan melalui beberapa langkah, seperti adanya jalur khusus difabel dalam penerimaan mahasiswa baru (PMB) dan fasilitasi beasiswa untuk mahasiswa difabel. UNU Jogja telah menerima 7 mahasiswa difabel, yang terdiri dari disabilitas tuli, disabilitas netra, dan disabilitas daksa.
“Saat ini juga ada lebih dari 40 mahasiswa sukarelawan yang menjadi pendamping teman-teman disabilitas mereka dala kegiatan akademik dan non-akademik,” kata Wiwin.
Ia menyatakan, program kolaborasi bersama UWE, termasuk melalui penyelenggaraan seminar ini, berupaya mengembangkan rekomendasi kebijakan dan praktik baik agar penyandang disabilitas dapat mengakses pendidikan tinggi dengan dukungan kebijakan, sistem, sarana dan prasarana, dan proses pembelajaran yang inklusif sehingga mereka dapat mencapai potensi penuh dan menyelesaikan studi mereka.
Baca juga : Lakukan Penjajakan Kerjasama dengan Kedutaan Besar Malaysia, UNU Jogja dan Kampus Terbaik di Yogyakarta
“Kami juga meninjau kebijakan, peraturan, dan praktik mengenai aksesibilitas penyandang disabilitas pada pendidikan tinggi di Indonesia dan di Inggris untuk mengidentifikasi kesenjangan yang ada,” papar Wiwin.
Selain itu, agenda ini juga digunakan untuk membangun jejaring antara unit atau pusat layanan disabilitas di Indonesia dan meresmikan website Inclusive Higher Education sebagai layanan informasi untuk mendukung aksesibilitas yang lebih baik pada pendidikan tinggi bagi penyandang disabilitas. “Forum ini juga untuk mendiskusikan peta jalan untuk mengurangi gap dan akses pengarusutamaan praktik pendidikan inklusi di Indonesia,” tandasnya.
Baca juga : Tindak Lanjuti Zayed Award UEA untuk Nahdlatul Ulama, UNU Jogja dan PBNU Gelar Forum Lintas Agama untuk Isu
Seminar internasional ini juga diisi para pembicara akademisi dan praktisi dari perguruan tinggi dan lembaga yang menaruh perhatian besar pada isu disabilitas, antara lain Ro’fah (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Bahrul Fuad (Pendiri UCP Roda Kemanusiaan), Wuri Handayani (Ketua Pusat Layanan Disabilitas Universitas Gadjah Mada), dan Sinta Swastikawara (Direktur Subdirektorat Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya). Digelar secara hybrid—daring dan luring—seminar ini juga diisi Focus Group Discussion dan diikuti komunitas atau lembaga yang bekerja pada isu disabilitas, komunitas penyandang disabilitas, pemerintah, peneliti/akademisi, praktisi, aktivis, dan masyarakat umum. [Arif]