Tingkatkan Keterampilan Peer-Counselor, Pusdeka UNU Jogja Gelar Kelas Pelatihan Praktek Konseling Sebaya
Peer-Counselor yang beranggotakan mahasiswa UNU Jogja mengikuti Pelatihan Peningkatan Kapasitas. Acara yang digelar oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga (Pusdeka) UNU Jogja ini menghadirkan narasumber dari Ahli GEDSI LP3M Yusnita Ike Christanti dan Psikolog dari Fakultas Ilmu Psikologi UNY Kartika Nur Fathiyah di Ruang BSI lt. II Kampus Terpadu UNU Jogja, Jumat (12/7).
Dalam sambutannya, Direktur Pusdeka UNU Jogja Rindang Farihah mengatakan agenda ini dimaksudkan sebagai respon isu terkini, khususnya fenomena kekerasan digital.
“Salah satu hal penting yang diketahui oleh para peer-counselor adalah pemahaman untuk menjaga privasi di dunia digital. Kekerasan berbasis digital yang menimpa mahasiswa seharusnya dapat dicegah dengan kesadaran tentang posisi dan tempat. Hal ini akan membuat para mahasiswa lebih berhati-hati dengan berbagai modus penipuan digital,” katanya.
Baca juga : Nestle Buka Peluang Berkarir dan Magang Bagi Talenta UNU Yogyakarta
“Kegiatan ini di samping melatih bagaimana menjadi konselor yang baik juga menjadi ruang sharing bagi tim peer-counselor dalam menangani kasus kesehatan mental di kalangan mahasiswa UNU Jogja,” tambahnya.
Dalam pelatihan pertama bersama narasumber Yusnita Ike Christanti, para peer-counselor diminta untuk merefleksikan apa yang telah dilakukan selama menjadi peer-counselor. Mereka kemudian diberikan waktu untuk menuliskan pelbagai persoalan mahasiswa yang pernah ditangani dalam selembar kertas. Setelah itu, masing-masing peserta diminta untuk menceritakan problem yang mereka tulis. Dari situ muncul narasi problem yang dihadapi mahasiswa seperti beban akademik, trauma dalam keluarga, sampai hubungan pertemanan yang toxic. Yang menarik, para peserta pelatihan juga mengungkapkan gejala psikologis mahasiswa yang memiliki problem tersebut.
“Pada tahap ini kami ingin menekankan prinsip kode etik konselor kepada para peserta. Bahwa setiap kasus yang didengar saat konsultasi wajib untuk dirahasiakan,” terang Yusnita Ike Christanti.
Masuk pada sesi kedua bersama dengan Kartika Nur Fathiyah, para peer-counselor menyimak materi tentang tujuh keterampilan yang harus dimiliki.
Kartika Nur Fathiyah menyadari bahwa butuh keterampilan khusus bagi peer-counselor dalam meyakinkan konseli (orang yang berkonsultasi) untuk terbuka dan menceritakan persoalannya.
“Bertemu dengan orang yang tidak kenal sampai mau menceritakan persoalan itu tidaklah mudah, kita butuh ketrampilan yang dapat mengatasi kesulitan yang dialami oleh konseli tersebut,” jelasnya.
Baca juga : Inovasi Kotak Obat Cerdas Mahasiswa Farmasi UNU Jogja Juara 1 Lomba Karya Tulis
Kartika memaparkan tujuh keterampilan yang dimaksukan adalah, pertama, ketrampilan attending, adalah ketrampilan untuk menerima kehadiran konseli. Ketrampilan ini dilandasi oleh itikad untuk mendengarkan dengan tulus. Hal ini biasanya juga disertai dengan sikap tubuh tertentu seperti anggukan kepala, tatapan mata lembut, intonasi suara yang pelan, gerakan yang luwes serta posisi duduk yang memberikan ruang kenyamanan. Ini adalah ketrampilan dasar yang harus dikuasai oleh seorang peer-counselor.
Kedua, ketrampilan empati. Sebuah ketrampilan untuk memahami perasaan dan emosi seseorang. Dalam praktik konseling, ketrampilan ini sangat krusial karena ketika konseli mengekspresikan perasaan tertentu konselor harus memberikan respon empatik yang tepat.
Ketiga, ketrampilan bertanya. Ketrampilan ini berfungsi untuk menggali masalah yang dihadapi konseli. Konselor dapat menggunakan pertanyaan terbuka ataupun tertutup. Informasi yang didapat adalah bahan dalam memecahkan masalah.
Keempat, ketrampilan merangkum. Keterampilan ini merupakan ketrampilan mengelompokkan masalah. Dalam praktik konseling, ini biasanya terlihat ketika konselor mengulang apa yang telah diceritakan konseli secara singkat.
Baca juga : UNU Jogja Siapkan Beasiswa Bagi Mahasiswa Muslim Thailand
Kelima, ketrampilan genuine. Praktik konseling yang menerima pelbagai jenis orang dengan kasus-kasus amoral, kadang mengharuskan konselor untuk mengatakan penilaiannya.
Keenam, ketrampilan konfrontasi. Konselor boleh bersikap tegas agar cerita yang disampaikan lebih fokus. Namun cara menyampaikannya harus terkontrol dan tidak menyakiti.
Ketujuh, ketrampilan pemecahan masalah. Sebuah ketrampilan yang muncul selama proses konseling. Konselor pemula biasanya terburu-buru memberikan nasihat kepada konseli. Ini yang justru tidak membantu. Prinsip konseling adalah memfasilitasi orang yang memiliki masalah menemukan solusi untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu pertanyaan dan dialog lebih penting daripada nasehat.
Selain menyimak pemateri pada sesi pertama dan kedua, para peer-counselor juga ditugaskan untuk berlatih praktik konseling. Pada sesi ini para peer-counselor melakukan evaluasi bersama dalam menerapkan tujuh keterampilan yang dipaparkan oleh narasumber sesi kedua, Kartika Nur Fathiyah. [Latifah]
***UNU Jogja membuka pendaftaran mahasiswa baru Tahun Ajaran 2024/2025. Dapatkan info selengkapnya di pmb.unu-jogja.ac.id