Lembaga Penelitian Pengabdian dan Pengembangan kepada Masyarakat (LP3M) UNU Jogja kembali menggelar diskusi dalam UNU Research Update dengan tema “Politik Pangan: Perspektif Nahdlatul Ulama” di The Forum Lt 3 Kampus Terpadu UNU Jogja, Jumat (22/11).
Diskusi yang menghadirkan pembicara Dekan Fakultas Industri Halal UNU Jogja, Fahrizal Yusuf Affandi dengan dimoderatori oleh Wakil Dekan Fakultas Industri Halal, Listiana Hidayati ini dimulai dengan memaparkan tentang perspektif islam atas pertanian.
Dalam diskusi, Fahrizal Yusuf Affandi mengatakan bahwa pertanian dan bercocok tanam merupakan bagian dari ajaran islam yang dianggap sebagai ibadah jika dilakukan dengan niat tulus untuk mengabdi kepada Allah SWT.
“Selain itu, pertanian sangat terkait dengan tugas manusia sebagai khalifatullah fil ardh (khalifah di bumi), yang mendorong pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan,” katanya.
Baca juga : Founder Globethics Prof Christoph Stückelberger Kunjungi UNU Jogja
Ia juga memaparkan tentang kebijakan dalam kedaulatan pangan. Ia menilai bahwa pada dasarnya kedaulatan pangan dalam perspektif islam sangat menjunjung prinsip maslahah (kebaikan secara umum) yang sejalan dengan kulliyatul khamsah (lima aspek esensial kehidupan) yaitu agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan.
Ia juga membeberkan tantangan kedaulatan pangan di Indonesia. Dimana saat ini Indonesia sangat bergantung pada impor gandum yang mengancam alternatif karbohidrat lokal dan kondisi kedaulatan pangan. Selain itu, muncul juga tekanan dari dunia internasional seperti adanya putusan World Trade Organization (WTO) yang memaksa dilakukannya perubahan kebijakan domestik. Kebijakan ini tentunya dapat melemahkan kedaulatan pangan.
“Sayangnya juga ditemukan fakta bahwa dalam UU Cipta Kerja telah diberlakukan kesetaraan atas kedudukan impor dengan produksi pangan lokal sehingga dapat membatasi otonom petani dan munculnya ketidak pastian hukum,” tukasnya.
Baca juga : UNU Jogja Sambut Penyelenggaraan Beauty Muslimah Indonesia Regional D.I Yogyakarta 2025
Selama ini, lanjutnya, pemerintah berfokus pada manajemen pasokan melalui impor, namun kurang memperhatikan sisi permintaan, seperti prefensi konsumen dan gaya konsumsi berlebihan. Selain itu juga, masyarakat Indonesia memiliki ketergantungan tinggi akan beras dengan mengesampingkan potensi tanaman lain dan sumber pangan hewani. Ditambah dengan adanya kebijakan yang berpusat pada kota dan industri yang mengesampingkan petani kecil di pedesaan.
Fahrizal Yusuf kemudian memaparkan bahwa di Indonesia ditemukan fakta dimana sebanyak 3,5 juta ton beras terbuang setiap tahunnya. Ia juga memaparkan bahwa tingkat kehilangan dan pemborosan ini mengalami kenaikan yang signifikan baik di Indonesia maupun global.
“Ini penyebabnya adalah inefisiensi rantai pasok dan perilaku konsumen. Sehingga perlu diterapkan paradigma baru dalam kebijakan pangan yang mengintegrasikan nilai spiritual, keadilan dan keberlanjutan” katanya.
Cara lainnya, lanjutnya, adalah dengan mendorong prinsip ekonomi sirkular dalam pertanian untuk meminimalkan pemborosan dan memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya. [Latifah]